Hypotermia, Ancaman Mendaki di Musim Kemarau

Hypotermia, Ancaman Mendaki di Musim Kemarau

Mendakilah dengan orang yang berpengalaman atau menggunakan jasa wisata yang berpengalaman untuk lebih menjamin keselamatan selama perjalanan. Menyiapkan team pendakian juga salah satu keberhasilan dalam pendakian.

Setelah sejak Januari 2020 virus SARS-CoV 2 atau lebih dikenal dengan virus Corona menyerang dunia, di Indonesia hampir semua tempat wisata alam ditutup untuk kunjungan umum. Wabah virus corona ini, yang dikenal dengan Corona Viruses Disease (COVID-19) menghentikan semua langkah para pendaki gunung untuk menapaki atap langit. Awal bulan ini, Juli 2020, beberapa kawasan wisata alam mulai dibuka, termasuk beberapa gunung, tentunya dengan aturan baru yang mengikuti protokol kesehatan terkait COVID-19.
 
Baru saja beberapa gunung dibuka, sudah memakan korban. Di Lawu ditemukan jenazah 1 orang pendaki. Di Guntur yang sebenarnya merupakan kawasan Cagar Alam dan terlarang untuk pendakian, 1 orang pendaki hilang dan ditemukan keesokan harinya. Di beberapa gunung yang lain, beberapa accident menyebabkan para ranger dan tim SAR harus bekerja ekstra.
 
Tapi masalah paling besar bukan terkait COVID-19. Ancamannya adalah suhu dingin di puncak musim kemarau. Para pengunjung gunung, masih belum banyak yang sadar bahwa ketika musim kemarau suhu di gunung akan lebih dingin dibanding suhu di musim penghujan. Pada bulan Agustus-September setiap tahunnya, di gunung Prau (2590 m dpl) di Jawa Tengah misalnya, suhu bisa mencapai -10 derajat Celcius dan menimbulkan embun es di rerumputan. Di Lawu sehari yang lalu suhu udara dilaporkan 2 derajat Celcius. Suhu dingin di kawasan gunung ini tentu saja rawan menimbulkan hipotermia bagi para pengunjung dan pendaki gunung yang beraktifitas.
 
Normalnya, suhu udara pada musim kemarau memang akan lebih dingin dibanding dengan suhu udara di musim penghujan. Perkaranya adalah pada saat musim kemarau, tidak adanya awan pada saat malam. Tidak adanya awan ini energi panas di bumi, atau gelombang panjang yang dipancarkan ke atmosfir tidak bisa dipantulkan lagi ke bumi. Ini yang menyebabkan suhu menjadi dingin. Ketika musim penghujan, sebaliknya, hingga suhu di musim penghujan akan terasa lebih hangat.
 
Lalu bagaimana memperkirakan suhu di puncak gunung ketika kita akan mendaki gunung? Rata-rata setiap penambahan ketinggian 100 m, suhu akan turun 1 derajat Celcius. Tapi ini bisa dipengaruhi oleh banyak faktor. Misalnya angin, dan lain-lain. Sebagai contoh di Gunung Gede, ketika kita melapor di Cibodas sebelum naik suhu 28 derajat Celcius. Ketinggian pos Cibodas adalah 1.340 m dpl. Puncak Gunung Gede berada di ketinggian 2.958 m dpl. Jadi ada perbedaan ketinggian 1618 m atau kita bulatkan menjadi 1600. Karena dari Cibodas ke Gede kita akan naik 1600 m, jadi perkiraan suhu di puncak Gede adalah 28 derajat Celcius – (1600:100) = 12 derajat Celcius. 
 
Dengan perlengkapan kurang, logistik tidak memadai, dan teknik serta pengetahuan kurang maka suhu 12 derajat Celcius ini bisa membuat pengunjung atau wisatawan gunung mengalami hipotermia.
 
Jadi, ketika akan mendaki gunung di musim kemarau, siap-siap dengan cuaca dingin menusuk tulang. Persiapkan perlengkapan standar pendakian seperti sleeping bag dan jacket tebal, serta makanan tinggi kalori. Juga belajarlah bagaimana menangani hipotermia. Ingat ada cara lain selain skin-to-skin untuk menangani hipotermia. Jangan manfaatkan celah kesempatan dalam kesempitan.
 
Salam Wildlife – Bernard T. W. W

#KPG#EnergyOfKPG#KPGForIndonesia#LitbangKPG

Gunomerto Siswosoediro‎
Komunitas Pendaki Gunung 

Posting Komentar

Anda dapat mengomentari artikel ini menggunakan akun google anda. Silahkan untuk masuk ke email anda / akun google kemudian berkomentar secara bijak.

Lebih baru Lebih lama

Paket Pendakian Gunung

Package Corporate

Package Honeymoon

Safary Trip