Berbagi Pengalaman




✏>> INFO PENDAKIAN GUNUNG<<
KENAPA BANYAK PENGGIAT ALAM TERSESAT DI GUNUNG ? 🚫
Mie instan bukanlah bekal untuk naik gunung yang kegiatannya sampai berhari-hari. Mie instan sangat cepat menarik cairan tubuh. Padahal, pendaki gunung harus mengirit air yang ada di dalam tubuhnya. Akibat kekurangan cairan, pendaki kerap menjadi kehilangan cara berpikir dan salah mengambil keputusan hingga menyebabkan pendaki-pendaki tersesat. Produk mie instan memang tidak salah, tetapi manusia dalam hal ini pendaki gunung sendirilah yang salah memanfaatkan produk tersebut : (dokter Chicho - ahli bedah mayat)

Untuk membuat standardisasi pertolongan pertama kecelakaan gunung ini kerap mengingatkan, jika tersesat di gunung, yang dibutuhkan bukan hanya makanan, tetapi juga KETENANGAN, PERTIMBANGKAN STAMINA, dan BERFIKIR JERNIH.

Kata Chicho hampir 80 persen pencinta alam yang mati di gunung dalam posisi istirahat. Karena sewaktu lelah, pendaki itu tidur dengan badan yang tidak terisolasi dan cuaca sekeliling lebih rendah. 

Akhirnya, cuaca itu mempengaruhi suhu tubuh hingga menyebabkan tingkat kesadaran menurun drastis. Lalu, beristirahat selamanya. Mati.

Kelemahan pendaki gunung Indonesia adalah sikap kurang koreksi diri terhadap kecelakaan sekecil apa pun. Mereka sering memandang diri sebagai orang kuat. Contoh paling gampang, kalau kita bermain di air. Sejago apa pun kita berenang, alat pelindung tetap harus digunakan. Begitu pula pendaki yang kerap naik-turun gunung. “Matinya sepele, akibat lelah, dia nyasar sampai kedinginan,” ujar pengamat kecelakaan gunung ini.

SEKITAR 90 persen, kata Chicho, kecelakaan gunung itu disebabkan oleh kurangnya sikap antisipasi pendaki. Sebagai kaum muda, kita sulit membedakan antara antusiasme dan keselamatan. Kedua faktor ini memiliki garis tipis sekali. Antusias berarti keinginan melakukan kegiatan di alam bebas, tanpa memperhatikan lagi faktor keselamatan. Sedangkan, keselamatan jiwa yang seharusnya diperjuangkan dalam kegiatan pendakian justru dianggap remeh.

KISAH Chicho TERSESAT DI GUNUNG
Tahun 1977, Cico dinyatakan hilang di Gunung Ungaran. Gara-gara ingin mencari air untuk menolong teman-temannya, Chicho yang waktu itu juga sudah merasa lelah, tiba-tiba terpeleset hingga terperosok ke jurang. “Untung, waktu itu nyangsang di pepohonan, meskipun sempat tidak sadarkan diri,” kenang Chicho, begitu sadar dan beristirahat sebentar, Chicho berhasil menemukan senternya.

Dia ingat teori pendakian yang diajarkan di kampus. Ia tidak lekas turun, melainkan kembali mendaki untuk mencari tanah lapang agar mudah memperoleh orientasi langkah selanjutnya. Kemudian, nyala lampu senternya “dimainkan” untuk menunjukkan kepada penduduk sekitar bahwa dirinya butuh pertolongan. Lagi-lagi dia beruntung. Sewaktu mengirim sinyal lampu senter, rombongan Pramuka mampu membacanya dan segera memberikan pertolongan. “Maka selamatlah saya,” ujarnya.

Pada tahun 1978, Chicho pun hilang selama lima hari di Gunung Sumbing. Waktu itu, Chicho bersama kawan-kawannya naik dari daerah Garum dan berencana turun melalui Bangsri. Sebagai pemula, ia mengakui, kehilangannya itu akibat ulahnya sendiri. Ia tersesat sendirian ketika hendak menyusul kawan-kawannya yang sudah mendaki lebih dulu.

Karena sendirian, kata Chicho, bekal makanan diirit-irit dalam pendakian itu. “Saya hanya makan pakis, umbi-umbian, dan akar alang-alang. Minumnya, saya menggunakan kain kasa steril dan sapu tangan yang sudah diletakkan di atas rerumputan,” jelas Cico. Namun, ia tak lupa meninggalkan tanda-tanda dengan menggunakan batu atau tumbuh-tumbuhan setiap melalui jalan pendakian itu. 

Harapannya, ada tim SAR atau orang yang tetap mencarinya.

Tahun berikutnya, Chicho hilang di Gunung Ciremai selama tiga hari tiga malam. Waktu itu, Chicho mendaki bersama empat kawannya. Usai pendakian, mereka tersesat. Chicho mengingatkan, sebaiknya kita kembali naik, agar bisa memiliki orientasi lapangan. “Tetapi, teman-teman saya bilang, ah… tanggung, kita jalan turun terus saja. Jalan menurun itu pasti ke desa,” kata Chicho menirukan omongan teman-temannya. Ternyata, betul dugaan Chicho. Jalan menurun belum tentu menuju desa, tetapi justru menyebabkan kita terjebak di lembah. Mereka tersesat di lembah tak berujung yang sulit untuk melakukan orientasi.

Karena sudah larut malam, mereka pun akhirnya mendekam di lembah itu. Pagi harinya, mereka kembali mendaki untuk mencari dataran tinggi. Dari sanalah, Chicho melihat petak sawah yang tentu mengindikasikan adanya kehidupan. Lalu, ia mengukur dengan kompas dan alat pengukur ketinggian seadanya, barulah melangkah. 

Kiriman  Arief Kurniawan  di Grup AGMM Anak Gunung Merbabu Merapi mau join ke Grup AGMM ?? silahkan klik Anak Gunung Merbabu Merapi AGMM digrup tersebut banyak sekali informasi tentang Pendakian Gunung di Indonesia.

Posting Komentar

Anda dapat mengomentari artikel ini menggunakan akun google anda. Silahkan untuk masuk ke email anda / akun google kemudian berkomentar secara bijak.

Lebih baru Lebih lama

Paket Pendakian Gunung

Package Corporate

Package Honeymoon

Safary Trip

Xplore Wisata

XploreWisata merupakan salah satu jasa penyedia jasa layanan guide dan porter pendakian gunung.

Hubungi Admin